Bangkrut, Pemegang Waralaba Pizza Hut Ajukan Pailit
NPC International, pemegang waralaba 1.200 gerai Pizza Hut dan nyaris 400 restoran cepat saji Wendy’s di Amerika Serikat, mengajukan pailit. Perusahaan mengaku bisnisnya tertekan pandemi virus corona, sehingga membuat beban utangnya meningkat hampir US$1 miliar.
Belum lagi, kenaikan biaya operasional, biaya tenaga kerja, dan bahan makanan yang harus ditanggung perusahaan. Berdasarkan situs perusahaan, pekerjanya mencapai 40 ribu orang di 27 negara bagian di AS.
Kendati demikian, NPC International mengaku akan tetap beroperasi di tengah pengajuan pailit tersebut.
“Kami mendukung tingkat investasi yang lebih besar untuk NPC, dan memperkuat kesehatan keuangan dan kinerjanya untuk jangka panjang,” tutur juru bicara Pizza Hut.
Mengutip CNN.com, Kamis (2/7), manajemen Pizza Hut mengatakan mendukung NPC, termasuk upaya dalam mengurangi beban utangnya.
Pizza Hut, yang dimiliki oleh Yum! Brands, menunjukkan penjualan mulai pulih dari posisi terendah mereka pada Maret lalu. Secara total, ada 7.100 restoran Pizza Hut di Amerika Serikat.
“Kami akan mengevaluasi dan mengoptimalkan portofolio restoran kami, sehingga kami ada di posisi terbaik untuk memenuhi kebutuhan konsumen,” terang CEO NPC divisi Pizza Hut Jon Weber.
Sementara, untuk waralaba merek Wendy’s, NPC hanya mengoperasikan sebagian kecil dari total restoran sebanyak 6.500 di AS. Juru bicara Wendy’s mengatakan restoran-restoran yang dipegang oleh NPC umumnya memiliki kinerja sangat baik.
“Pewaralaba pun tetap mematuhi kewajiban keuangan mereka,” jelas manajemen.
Karenanya, ia berharap NPC tetap menjadi anggota keluarga Wendy’s yang produktif untuk bergerak maju bersama.
NPC adalah perusahaan AS terbaru yang mengajukan kebangkrutan selama pandemi covid-19. Perusahaan induk Chuck E. Cheese, GNC, Fitness 24 Jam, Neiman Marcus, J. Crew semua telah mengajukan pailit dalam 2 bulan terakhir.
Serangan Mematikan Corona dan Kebangkrutan Pizza Hut
Ratusan hingga ribuan bisnis mendapatkan tekanan berat ketika pandemi virus corona ‘memukul’ dunia. Tak terkecuali bisnis makanan. Padahal, bisnis makanan menjadi salah satu sektor yang diproyeksi tahan banting di segala kondisi.
Faktanya, tak sedikit bisnis makanan gulung tikar di tengah pandemi. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah NPC International.
Perusahaan pemegang lisensi Pizza Hut dan Wendys di Amerika Serikat (AS) ini mengajukan pailit. Pasalnya, utang perusahaan membengkak hingga US$1 miliar.
NPC international memiliki lisensi 1.200 Pizza Hut dan 400 Wendys di Amerika Serikat. Pengajuan pailit NPC mematahkan anggapan bisnis makanan kebal terhadap krisis.
Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia Levita Supit mengatakan tantangan yang dihadapi pebisnis waralaba (franchise) saat ini memang lebih berat ketimbang krisis 2008. Kekhawatiran atas virus corona telah menahan orang berbelanja dan membuat industri makanan terpuruk.
Kondisi terpuruk ini pun menghampiri perusahaan waralaba yang sebelumnya kuat dari segi penghasilan dan pertumbuhan di seluruh dunia. Dia memaparkan, di Indonesia tutupnya ratusan gerai KFC yang berdampak pada hampir 10 ribu pekerja adalah contoh paling gamblang.
Levita menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah menggerus omzet harian karena restoran hanya dapat melayani pesanan take-away, layanan pengantaran online, home delivery, atau drive-thru.
“Pembatasan ini membuat waralaba terutama food and beverage (makanan dan minuman) itu terpukul dibandingkan yang lain. Tentu bukan cuma KFC, atau Pizza HuT, tapi banyak yang sudah habis-habisan,” ucapnya saat dihubungi CNNIndonesia.com Jumat (3/7).
Tak hanya itu, tutupnya berbagai restoran waralaba juga dipengaruhi oleh larangan dan pembatasan operasional mal di Jakarta serta berbagai daerah yang menerapkan PSBB. Apalagi, saat tak beroperasi dan memiliki pemasukan, pengusaha waralaba harus terus membayar sewa hingga service charge.
Menurut Levita, kondisi yang terjadi pada Pizza Hut juga bisa terjadi di Indonesia jika PSBB terus berlangsung sampai akhir tahun dan kurva kasus positif covid-19 tak melandai.
“Pemerintah harus coba pikirkan juga bagaimana menyelamatkan waralaba makanan ini, bukan cuma dari pelonggaran, karena belum tentu masyarakat mau datang. Tapi harus ada relaksasi kepada mereka (waralaba),” terangnya.
Levita juga tak yakin tahun ini bisnis waralaba makanan dan minuman bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun lalu bisnis waralaba tumbuh sekitar 10 persen.
Dia melihat sisi permintaan yang terganggu karena masyarakat kehilangan daya beli dan kemauan berbelanja karena virus corona. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja selama pandemi.
Levita melihat kondisi ini bisa berlangsung hingga masa pemulihan ekonomi nasional dan ‘memaksa’ perusahaan untuk melakukan banyak efisiensi yang berdampak pada pendapatan pekerja.
Survei konsumen Bank Indonesia pada April 2020 sendiri menunjukkan ekspektasi kenaikan penghasilan 6 bulan yang akan datang. Hal ini terindikasi dari indeks ekspektasi penghasilan yang menurun dari 138,2 ada bulan sebelumnya menjadi 116,1.
Penurunan indeks terdalam terjadi pada responden dengan tingkat pengeluaran Rp2,1 juta hingga Rp3 juta.
“Data-data ini akan menunjukkan seperti apa tren belanja ke depan dan pengaruhnya ke daya tahan bisnis waralaba makanan dan minuman,” ujar Levita.
Di sisi lain, Ketua Kehormatan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar justru memiliki pandangan berbeda. Dia menyebut waralaba restoran makanan cepat saji besar di Indonesia masih punya kemampuan bertahan dari krisis akibat covid-19.
Anang mengakui memang terjadi banyak pemangkasan pegawai dan efisiensi pada waralaba makan besar di Indonesia. Namun, kata dia, hal tersebut perlu dilakukan sebagai salah satu upaya transformasi bisnis baru.
Di samping itu, daya tahan waralaba besar seperti Mc Donald’s dan KFC juga cukup besar karena punya pelanggan setianya masing-masing. Menurut Anang, justru waralaba lokal dengan modal di bawah Rp100 juta yang akan terpukul sangat berat.
“Harus dibedakan, ya, franchise besar dengan yang skalanya UMKM. Kalau UMKM bisa jatuh karena segmen konsumennya yang menengah ke bawah terpukul,” ujarnya.
Anang menegaskan ada dua hal yang perlu diprioritaskan waralaba makanan dan minuman di Indonesia agar dapat bertahan di tengah kondisi pandemi.
Pertama, mempersiapkan infrastruktur digital agar layanan online bisa digenjot lebih tinggi. Kedua, melakukan promo besar-besaran dengan potongan harga hingga menggunakan influencer untuk menggaet konsumen.
Pertama, mempersiapkan infrastruktur digital agar layanan online bisa digenjot lebih tinggi. Kedua, melakukan promo besar-besaran dengan potongan harga hingga menggunakan influencer untuk menggaet konsumen.
Menurutnya, jika upaya tersebut tak dilakukan, waralaba akan lebih merugi karena operasional berjalan tapi pembeli tak kembali seperti di masa normal.
Ia merujuk pada studi Nielsen yang tersebut menyebut bahwa 67 persen dari konsumen yang berniat untuk mengunjungi mal setelah PSBB dilonggarkan akan mengubah perilaku berbelanjanya.
Sebelum terjadi pandemi covid-19, aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh para pengunjung mal adalah membeli makanan siap saji dan minuman ringan seperti bubble tea dan kopi, atau menonton film di bioskop.
Selama PSBB hingga ke fase new normal,diperkirakan konsumen mengunjungi mal hanya akan berbelanja kebutuhan sehari-hari atau membeli obat atau vitamin. Saat PSBB dilonggarkan atau berakhir, belanja kebutuhan sehari-hari masih menjadi tujuan utama konsumen ke mal.
Sedangkan datang ke waralaba makanan siap saji, menonton film di bioskop dan berkumpul bersama teman tak diutamakan.
“Dengan pandemi ini memang terpukul semuanya. Konsumen juga perilakunya berubah memang harus cari cara jualan misalnya sekarang kan delivery pakai go-food pakai go-jek kemudian juga cara mempromosikan nya pakai influencer artis dan lain lain,” tuturnya.
Di samping itu, lanjut Anang, para pengusaha perlu berbenah untuk mengembalikan keyakinan konsumen di tengah pandemi covid-19. Caranya, dengan mengutamakan faktor kesehatan dan kebersihan.
Sedangkan waralaba yang berada di dalam mal, kerjasama dengan pengelola sangat penting dilakukan. Adaptasi dengan pembayaran tanpa uang tunai, hingga penerapan teknologi nirsentuh pada pintu dan alat-alat di area toilet juga penting untuk membuat pengunjung merasa lebih aman dan nyaman.
Jika hal ini dapat dilakukan, ia memprediksi sepanjang semester kedua 2020 pertumbuhan waralaba makanan minuman masih bisa dijaga di kisaran lima persen.
“Tapi untuk ini, seperti saya bilang, sepertinya memang hanya bisa dilakukan oleh waralaba besar. Enggak tau kalau yang kecil-kecil nanti seperti apa,” pungkasnya.
sumber: CNNINDONESIA
0 Response to "Bangkrut, Pemegang Waralaba Pizza Hut Ajukan Pailit"
Posting Komentar